Thursday, June 16, 2011

“SAAT JIWA TERANGKAT”

“SAAT JIWA TERANGKAT”

Aku adalah Pangeran
Saat sang bidadari menyebut namaku dengan bibirnya yang senantisa basah
dengan segala air kebaikan, air kehidupan. Suaranya terlalu indah untuk
didengar oleh telinga yang terkadang tuli mendengar ayat-ayat Tuhan,
terlalu merdu untuk dibandingkan dengan petikan harfa sang dewi
bersayap putih penghibur para dewa.
Aku adalah Raja
Kala bidadari melayaniku dengan tangannya yang terlalu indah oleh mata
yang senantiasa melihat dan mengintip kejelekan orang lain. Jarinya
terlalu lembut untuk kusentuh dan kuciumi, sementara hidungku terlalu
kotor dengan segala sampah kehidupan yang menggodaku dengan
topeng-topeng kulit kedondong yang menipu.
Bidadariku berkata
“Engkau adalah harapan yang menjadi kenyataan, kau adalah jelmaan
mimpi-mimpi malamku yang senantiasa menyelimuti kesendirianku dimasa
lalu. Kau adalah kenyataan, kau adalah takdir kau adalah pelita dalam
hitamnya sosok-sosok hantu malam tatkala mereka membisikan
doktrin-doktrin bertiraikan keindahan dunia yang dibumbui
kamuflase-kamuflase sandiwara dongengan-dongengan orang putus asa. Kau
adalah penyangga kokohnya hati dalam cinta, saat angin meniup daun
bunga mawar merah dan menebarkan kotoran dan debu-debu ke atas mahkota
bunganya, tapi tangkaimu tetap teguh meski terkadang goyah oleh badai
yang terlalu kuat untuk kau hadapi sebagai manusia biasa atas
godaan-godaan.”
Dan aku adalah Ksatria
Saat sang bidadari jatuh dan kuraih sebagai asset dari semua
mimpi-mimpi dan harapan-harapan. Saat dia jatuh termakan buaian-buaian
dunia, jatuh kedalam jurang keputus-asaan, jatuh dari tebing yang
terlalu tinggi atas kemewahan harta dan tahta. Jatuh dan terhempas dari
nikmat dan indahnya sebuah keimanan. Lalu kuhibur dia dengan apa yang
telah kudengar dari orang-orang pembawa kebenaran, tentang kehidupan
dan kematian yang jaraknya tidak lebih tebal dari sehelai rambut yang
dibagi tujuh, tentang kebenaran dan kebathilan yang jaraknya bagaikan
timur dan barat, tatkala barat kauhadapi maka timur kau belakangi dan
jika tubuhmu terputar maka sebaliknya timur kau hadapi niscaya barat
kau belakangi. Dan tatkala takdir kenyataan terhempas dari sadarmu
niscaya jatuhlah segalanya.Sang Bidadari tahu bahwa dia adalah sebuah
objek tuhan yang harus senantiasa mengingat atas penciptanya, meski
terkadang dia berkata “Aku adalah aku”

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan tentang tanggapan anda disini!