Friday, January 14, 2011

Memecahkan Rekor

Memecahkan Rekor
repost

Setiap orang yang berhasrat besar untuk menjadi manusia yang lebih baik perlu merenungkan kata-kata Stuart B. Johnson berikut
ini: “Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk mendahului orang lain, tetapi untuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri, dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari ini.”

Dalam era hiper kompetisi dewasa ini, bagaimana kita memahami kalimat yang demikian itu? Bukankah kita harus bersaing dengan orang lain, dengan siapa saja yang berusaha mengalahkan kita? Jika demikian cara berpikir kita, maka cerita yang dikirim seorang kawan berikut ini mungkin menarik untuk menjadi bahan renungan.

LOMPATAN SI BELALANG…. .

Di suatu hutan, hiduplah seekor belalang muda yang cerdik. Belalang muda ini adalah belalang yang lompatannya paling tinggi di antara sesama belalang yang lainnya. Belalang muda ini sangat membanggakan kemampuan lompatannya ini. Sehari-harinya belalang tersebut melompat dari atas tanah ke dahan-dahan pohon yang tinggi, dan kemudian makan daun-daunan yang ada di atas pohon tersebut. Dari atas pohon tersebut belalang dapat melihat satu desa di kejauhan yang kelihatannya indah
dan sejuk. Timbul satu keinginan di dalam hatinya untuk suatu saat dapat pergi ke sana.

Suatu hari, saat yang dinantikan itu tibalah. Teman setianya, seekor burung merpati, mengajaknya untuk terbang dan pergi ke desa tersebut. Dengan semangat yang meluap-luap, kedua binatang itu pergi bersama ke desa tersebut. Setelah mendarat mereka mulai berjalan-jalan melihat keindahan desa itu. Akhirnya mereka sampai di suatu taman yang indah berpagar tinggi, yang dijaga oleh seekor anjing besar. Belalang itu bertanya kepada anjing, “Siapakah kamu, dan apa yang kamu lakukan di sini?”

“Aku adalah anjing penjaga taman ini. Aku dipilih oleh majikanku karena aku adalah anjing terbaik di desa ini,” jawab anjing dengan
sombongnya.

Mendengar perkataan si anjing, panaslah hati belalang muda. Dia lalu berkata lagi, “Hmm, tidak semua binatang bisa kau kalahkan. Aku menantangmu untuk membuktikan bahwa aku bisa mengalahkanmu. Aku menantangmu untuk bertanding melompat, siapakah yang paling tinggi diantara kita.”

“Baik,” jawab si anjing. “Di depan sana ada pagar yang tinggi. Mari kita bertanding, siapakah yang bisa melompati pagar tersebut.”

Keduanya lalu berbarengan menuju ke pagar tersebut. Kesempatan pertama adalah si anjing. Setelah mengambil ancang-ancang, anjing itu lalu berlari dengan kencang, melompat, dan berhasil melompati pagar yang setinggi orang dewasa tersebut. Kesempatan berikutnya adalah si belalang muda. Dengan sekuat tenaga belalang tersebut melompat. Namun, ternyata kekuatan lompatannya hanya mencapai tiga perempat tinggi pagar tersebut, dan kemudian belalang itu jatuh kembali ke tempatnya semula. Dia lalu mencoba melompat lagi dan melompat lagi, namun ternyata gagal pula.

Si anjing lalu menghampiri belalang dan sambil tertawa berkata, “Nah, belalang, apa lagi yang mau kamu katakan sekarang? Kamu sudah kalah.”

“Belum,” jawab si belalang. “Tantangan pertama tadi kamu yang menentukan. Beranikah kamu sekarang jika saya yang menentukan
tantangan kedua?”

“Apa pun tantangan itu, aku siap,” tukas si anjing.

Belalang lalu berkata lagi, “Tantangan kedua ini sederhana saja. Kita berlomba melompat di tempat. Pemenangnya akan diukur bukan dari seberapa tinggi dia melompat, tapi diukur dari lompatan yang dilakukan tersebut berapa kali tinggi tubuhnya.”

Anjing kembali yang mencoba pertama kali. Dari hasil lompatannya, ternyata anjing berhasil melompat setinggi empat kali tinggi
tubuhnya. Berikutnya adalah giliran si belalang. Lompatan belalang hanya setinggi setengah dari lompatan anjing, namun ketinggian
lompatan tersebut ternyata setara dengan empat puluh kali tinggi tubuhnya. Dan belalang pun menjadi pemenang untuk lomba yang kedua ini. Kali ini anjing menghampiri belalang dengan rasa kagum.

“Hebat. Kamu menjadi pemenang untuk perlombaan kedua ini. Tapi pemenangnya belum ada. Kita masih harus mengadakan lomba ketiga,” kata si anjing.

“Tidak perlu,” jawab si belalang. “Karena, pada dasarnya pemenang dari setiap perlombaan yang kita adakan adalah mereka yang menentukan standar perlombaannya. Pada saat lomba pertama kamu yang menentukan standar perlombaannya dan kamu yang menang. Demikian pula lomba kedua saya yang menentukan, saya pula yang menang.” “Intinya adalah, kamu dan saya mempunyai potensi dan standar yang berbeda tentang kemenangan. Adalah tidak bijaksana membandingkan potensi kita dengan
yang lain. Kemenangan sejati adalah ketika dengan potensi yang kamu miliki, kamu bisa melampaui standar dirimu sendiri. Iya nggak sih?”

Cerita sederhana di atas pernah membuat saya malu pada diri sendiri. Ketika masih berumur awal 30-an tahun, betapa sering saya membanding-bandingkan diri saya dengan orang lain. Membandingkan antara profesi saya dengan profesi si Anu, antara pendapatan saya dan pendapatan si Banu, antara mobil saya dengan mobil si Danu, antara kesuksesan saya dengan kesuksesan si Danu, dan seterusnya. Hasilnya? Ada kalanya muncul perasaan-perasaan negatif, seperti iri hati atau kecewa pada diri sendiri, yang menganiaya rasa syukur atas kehidupan. Namun kala yang lain muncul juga semacam motivasi untuk bisa lebih maju dan
berusaha lebih tekun agar bisa melampaui orang lain (pesaing?).

Belakangan, saya menemukan cara bersaing yang lebih cocok untuk diri sendiri. Saya mulai mengukur kemajuan saya tahun ini berdasarkan prestasi saya tahun kemarin. Saya tetapkan bahwa tahun ini saya harus lebih sehat dari tahun kemarin; pendapatan dan sumbangan tahun ini diupayakan lebih tinggi dari tahun lalu; pengetahuan yang disebarkan tahun ini ditingkatkan dari tahun silam; relasi dan tali silahturahmi juga direntangkan lebih lebar; kualitas ibadah diperdalam; perbuatan baik dipersering; dan seterusnya. Dengan cara ini, saya ternyata lebih mampu mengatasi penyakit-penyakit seperti iri hati, dengki, dan rasa kecewa pada diri. Berlomba untuk memecahkan rekor pribadi yang baru, melampaui rekor yang tercapai di masa lalu, ternyata
menimbulkan keasyikan dan rasa syukur yang membahagiakan.

Mungkin benar kata orang bijak dulu: kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas orang lain, melainkan kemenangan atas hawa nafsu diri sendiri. Setujukah?

Wednesday, January 12, 2011

mematikan mesin mobil saat berhenti ternyata menghemat duit juga ya heee

Kebanyakan dari kita selalu “memanaskan” mobil di pagi hari. Supir kita juga kita beritahu untuk melakukannya. Ini mungkin karena kebiasaan orang tua kita yang lalu ditularkan. Tapi untuk jaman sekarang mobil sudah tidak perlu dipanaskan apalagi sampai lebih dari 1 menit. Lagian mesin bisa lebih cepat panas kalau dipakai sembari jalan apalagi kalau tinggal di kompeks perumahan seperti saya bisa jalan pelan keluar kompleks sambil memanaskan mobil. Lebih lagi kalau menggunakan mobil berbahan bakar bensin dimana menganggurkan mobil lebih dari 30 detik bisa sangat boros dan lebih baik mesin dimatikan. Secara rata-rata, mobil yang menganggur lebih dari 10 menit menggunakan 0.14 liter bahan bakar dan menghasilkan 90 gram gas.
Coba perhatikan berapa banyak supir-supir yang menunggu sambil menyalakan mesin plus radio dan lebih lagi AC. Kemarin juga saya baca di salah satu surat kabar yang mengiklankan penggunaan TV di mobil bahwa ada artis yang bilang dia menggunakan TV di mobil saat macet dan menunggu syuting. Mungkin dari sisi uang tidak ada artinya bagi mereka, tapi untuk kesehatan mereka sendiri, kesehatan mesin dan lingkungan juga sungguh merugikan. Kalau kita bisa menghilangkan mesin menganggur sebanyak 5 menit saja per hari, maka kita bisa menghemat sampai dengan 2 milyar ton CO2 di atmosfer.
Memang di Jakarta macet tidak bisa dihindarkan. Kalau diperhatikan, mobil kita sangat boros sewaktu jalan di kemacetan. Apalagi yang berjam-jam. Kita pun tidak bisa selalu menyalakan dan mematikan mesin. Repot juga. Banyak orang mengira bahwa mematikan dan menyalakan mesin itu boros, tapi faktanya adalah kalau mesin anda menganggur lebih dari 10 detik akan lebih boros dari itu. Kalau anda berhenti tanpa mematikan mesin dan menyalakan AC supaya dingin, maka mobil anda akan mengeluarkan 13 persen emisi lebih besar!
Jadi bagaimana? Kita harus menguranginya dari hal-hal yang lain seperti:
Jangan mengharuskan cari parkir terdekat, berputar-putar mencari parkir terdekat di toko atau mal akan menghabiskan bensin dan mengeluarkan polusi
Jangan biarkan anda atau supir anda menyalakan mesin saat menunggu
Kalau akan menunggu lebih dari 10 detik, matikan mesin anda
Beritahu ke teman-teman dan keluarga anda. Mematikan mesin menghemat uang, baik untuk mobil anda dan juga lingkungan.

Monday, January 10, 2011

mau dibawa kemana

ya Alloh,,,
sekarang adalah dimana saatnya aq mendapat perollingan lg nich...(tempat kerja)"Alloh udah tau smuanya kali!!"
gak seperti biasanya nich aq ngerasa bingung kaya gini, kalo gaya nak mudanya sich GALAU gitchu..

knapa gw ngerasa point ini gak klik bgt gitu sm hati n feel gw.
mungkin karena gw mau dipindahin ke tempat yang notabene banyak nyengnyongnya gitulah
tapi sebelumnya gw jg sich dah pernah disana.

omg smoga aja ini adalah baik bagiku,

tapi ngapain juga sich dipikirin ya,,,
hidup tuch bukan buat di pikirin mulu kan,, tapi dijalani.
yaudahlah pokoknya never giveup bozzzz,,,,,,

so tired

huuuuuuuuuhhh capee,,,
kenapa memang kalo orang ngerasa cape dlm hidupnya,,

j: sepertinya gak enjoy tuch jalanin idupnya
t: sok tau lu..

j: presiden aja perlu istirahat
t: maksud lo???

j: ya apalagi lo?? cuman penghayal aneh
kalo cape istirahatlah ,, tidur sana
t: yaaa mungkin bener jg lo.
yowis gue tidur ya..

j: good idea. mening kayak gitu lg,, bagus buat perkembangan psikologis lu..
t: dasar lu, kangkung.

setiap yang dikerjakan akan terasa ringan lagi kalo kita ngerjainnya dengan senang hati,
kalo gak percaya, kalian smua cobain dech.
gini caranya :
stiap mau ngerjain tu perkara kalian smua jgn lupa berdoa dech,
dah gitu coba dech lu setting di otak lu smua ya.. this words "aku suka ini"
goodluck.. sob..

home sweet home

december 10. 2011 21:22 wib



OMG
thanx God,,,
meskipun belum sepenuhnya beres nich..